Wednesday, July 12, 2017

Mencoba Bertahan Hidup di Ibu Kota


Banyak yang bilang bahwa ibu kota itu lebih kejam dari ibu tiri dan saya mengamini hal tersebut meskipun gak tau kejamnya ibu tiri itu seperti apa. Gak perlu jauh-jauh ke ibu kota Jakarta, baru menjadi bagian dari warga ibu kota Jawa Timur alias Surabaya saja, saya sudah bisa merasakan betapa kejamnya tinggal di kota metropolitan ke dua ini dibanding di kota-kota lain sekitarnya.


Dari dulu Surabaya sama sekali gak ada di list saya sebagai kota impian untuk dijadikan tempat tinggal. Apalagi melihat begitu banyak orang yang megeluh tentang betapa gak enaknya tinggal di Surabaya membuat saya meletakkan kota ini berada di urutan paling akhir dari sekian kota yang ingin saya tinggali.

Tapi namanya jodoh ya, ndilalah suami saya malah mendapat pekerjaan di kota Surabaya. Mau gak mau kami yang sudah nyaman menjadi warga kota Malang ini harus berjuang untuk hidup di ibu kota.

Dan ternyata setelah merasakan sendiri bagaimana rasanya tinggal di Surabaya, semua yang dikeluhkan orang-orang tentang kota ini memang benar adanya.

Panas? Iya banget, apalagi buat yang biasa tinggal di daerah pegunungan seperti saya, pasti deh keluhan pertama yang dilontarkan begitu tinggal di Surabaya adalah suhunya yang tinggi. Awal tinggal di sini, Alif yang memang gak betah panas langsung diserang biang keringat bertubi-tubi.

Macet? Gak usah ditanya. Dulu saya sering banget mengeluhkan lalu lintas kota Malang yang makin lama makin padat, tapi begitu tinggal di Surabaya, percayalah macetnya kota Malang gak ada apa-apanya. Di Malang saya berani ke sana kemari sendiri naik motor, tapi di Surabaya? Cuma ke minimarket deket rumah aja nyali saya ciut.

Air keruh? Masih mending cuma keruh, di rumah saya malah airnya gak lancar, cuma nyala malam hari doank bahkan sering gak nyala sama sekali.

Polusi? Ini apalagi, di depan perumahan saya segala kontainer dan truk berukuran besar pada lewat. Gak usah ditanya gimana debu dan asapnya. Pak suami sampai beli masker wajah grosiran buat stok kalau pergi kerja naik motor.

Banjir? Alhamdulillah rumah saya daerah bebas banjir. Tapi tetep aja, kalau hujan deras kami terisolasi, gak bisa kemana-mana karena dikelilingi daerah yang langganan banjir.

Tingkat kejahatan tinggi? Udah maklum banget melihat daerah dekat rumah saya masuk berita karena tindak kriminal, mulai dari begal, pelemparan kaca mobil, sampai elpiji oplosan. Padahal rumah saya ini gak jauh dari kota lho.

Banyaklah keluhan-keluhan lain tentang betapa kejamnya tinggal di ibu kota yang kalau dijabarkan bisa jadi daftar yang super duper panjang ngalah-ngalahin panjangnya kasih ibu, halah.

Tapi kalau ditanya apakah mau pindah ke Malang lagi? Jujur, untuk saat ini sih belum.

Kota Malang memang menjanjikan kenyamanan, udara sejuk, air segar, wisata banyak, dan sebagai second city, fasilitasnya cukup oke dibanding daerah lain. Tapi saya merasa kenyamanan itu justru kadang melenakan kami. Selama hampir 5 tahun pernikahan, justru kok dilihat-lihat peningkatan kualitas hidup kami malah lebih berkembang ketika tinggal di Surabaya.

Apalagi di Malang dekat dengan keluarga suami, kalau ada apa-apa pasti ada yang bantu. Tapi hal tersebut malah menjadikan kami kurang mandiri.

Berbeda halnya ketika tinggal di Surabaya, jauh dari keluarga membuat kemampuan untuk survive kami pun terasah. Ditambah dengan berbagai keluhan-keluhan tentang tinggal di ibu kota, malah memacu kami untuk lebih semangat dalam menyamankan diri.



Karena suhunya panas, kami pun semangat nabung untuk membeli AC. Polusi dimana-mana, gak bagus buat Alif kalau naik motor, kami jadi semangat untuk segera memiliki mobil. Macet, kemana-mana jauh, kami jadi pintar memanfaatkan teknologi. Bagaimana menggunakan transportasi online, delivery makanan, booking online dan semua perkembangan teknologi terkini lainnya. Kalau di Malang yang nyaman yang semua cenderung tersedia dengan mudah, dijamin deh sampai sekarang saya pasti masih gaptek dengan semua teknologi tersebut.

Tapi bukan berarti, kami gak mau sama sekali untuk kembali tinggal di Malang. Mau banget lah pastinya, cuma gak sekarang. Mungkin nanti ketika waktunya menikmati masa tua dengan lebih tenang. Kalau saat ini kami masih ingin berkembang meningkatkan diri agar mencapai kualitas hidup yang lebih maksimal dan tinggal di ibu kota membuat kami lebih semangat untuk mencapai hal tersebut.

Satu sih yang masih menjadi PR tentang tinggal di kota metropolitan yang penuh polusi ini, yaitu soal kesehatan.

Padatnya penduduk dengan berbagai latar belakang, membuat ibu kota tak ubahnya seperti toserba penyakit. Iya, segala penyakit kayaknya ngumpul semua di sini. Kalau gak pintar menjaga kesehatan, dijamin pasti jadi gampang banget tertular penyakit.

Dan itulah yang kami alami ketika awal tinggal di sini, ganti-gantian sakit ini itu. Hari ini suami sakit, besok Alif, besoknya lagi saya, gitu terus udah kayak lingkaran setan, haha. Gimana mau mencapai kualitas hidup yang lebih maksimal kan kalau sering sakit-sakitan?

Oleh karena itu selalu sedia multivitamin itu penting banget supaya badan tetap fit, terutama untuk suami ya yang memang lebih sering di jalan dan terkontaminasi dunia luar.

Salah satu multivitamin andalan saya di rumah adalah Theragran-M dari Taisho Pharmaceutical Indonesia. Awalnya beli sebenarnya untuk keperluan lomba, tapi ternyata gak jadi ikutan, haha. Daripada mubadzir, ya di konsumsi sendiri aja. Eh ternyata pak suami cocok dengan Theragran-M ini jadi sampai sekarang sering nyetok di rumah buat jaga-jaga kalau kondisi badan mulai berasa gak enakan.


Theragran-M sendiri merupakan multivitamin mineral yang bagus untuk mempercepat penyembuhan berbagai jenis penyakit yang membutuhkan dukungan daya tahan tubuh yang maksimal karena mengandung kombinasi multivitamin yang super lengkap seperti vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin D, vitamin E, dan mineral esensial seperti magnesium serta zinc.

Saya percaya bahwa kondisi tubuh yang sehat adalah salah satu kunci sukses untuk mencapai kualitas hidup yang maksimal.



No comments:

Post a Comment

COPYRIGHT © 2017 | TEMPLATE BY RUMAH ES